Dari Nusantara ke Negeri Para Ulama: Eksplorasi Peluang Studi dan Beasiswa di Timur Tengah

 


Oleh: Yusrina Salma

Banyak dari generasi muda Indonesia yang berminat untuk melanjutkan studi ke luar negeri, khususnya ke kawasan Timur Tengah. Namun diantara mereka masih banyak yang kebingungan mencari jalur dan informasi yang tepat. Menjawab keresahan tersebut, Komunitas Literat Muda (KLM) mengadakan kajian rutin Ngaji Malam (Ngalam) bertajuk Dari Nusantara ke Negeri Para Ulama: Eksplorasi Peluang Studi dan Beasiswa di Timur Tengah. Kajian ini menghadirkan bapak Abdul Wahab Naf’an, akademisi yang menempuh perjalanan studi panjang dari Sudan hingga Mesir. Dalam pembukaannya, ia berbagi kisah pribadinya: “Tahun 2018 saya sudah punya ijazah S1 Sastra Arab dari Fakultas Adab International University of Africa, dan S2 Sastra Arab dari University of Al-Quran and Islamic Sciences. Awalnya saya kesulitan melanjutkan S3. Setelah diterima beasiswa Mora 5000 Doktor, universitas pilihan saya dimoratorium. Akhirnya saya memutuskan pindah ke Mesir.” 

Ia menambahkan, salah satu alasannya melanjutkan studi S3 di luar negeri adalah karena di Indonesia belum ada program doktor khusus Sastra Arab. Pilihan Mesir, menurutnya, bukan semata karena peluang beasiswa, tetapi juga karena ekosistem keilmuannya yang unik. Mesir merupakan Pusat Keilmuan Dunia Islam. Baginya, kuliah di Mesir menawarkan empat keuntungan utama: Akses langsung kepada ulama besar dan tradisi keilmuan klasik, penguasaan bahasa Arab yang otentik, pengalaman kultural dan spiritual yang mendalam, dan biaya hidup yang relatif terjangkau. Namun, ia juga mengingatkan bahwa studi di Timur Tengah bukan tanpa tantangan: mulai dari adaptasi budaya dan cuaca, perbedaan logat bahasa (fushah dan amiyah), sistem pendidikan yang memadukan tradisi dan modernitas, hingga tuntutan kemandirian dalam mencari informasi akademik.

Ia juga memaparkan berbagai jalur beasiswa, di antaranya beasiswa Al-Azhar (Mesir), beasiswa Universitas Islam Madinah (Saudi), beasiswa Pemerintah RI, seperti Beasiswa Indonesia Bangkit (BIB) Kemenag dan LPDP untuk sebagian negara. Beasiswa lain seperti BIB Kemenag misalnya, terbuka bagi guru, dosen, dan alumni pesantren dengan tujuan negara Mesir, Maroko, dan Yaman. Universitas yang dapat dituju meliputi Canal Suez, Al-Azhar, Omdurman, dan lainnya. Fasilitas dari beasiswa-beasiswa tersebut mencakup tiket, biaya kuliah, uang hidup bulanan, tunjangan keluarga, serta pelatihan pra-keberangkatan. Syarat umum meliputi untuk mendapatkan beasiswa-beasiswa tersebut diantaranya, lulusan S1/S2 dari Indonesia, rekomendasi tokoh/lembaga, sertifikat kemampuan bahasa (TOEFL/TOAFL/IELTS atau Arab), dan tidak sedang menerima beasiswa lain. Sepanjang pemaparan, pak abdul Wahab juga kerap menekankan tentang enam syarat menuntut ilmu yang salah satunya  adalah “Semangat”, beliau menegaskan bahwa studi ke luar negeri bukan sekadar mengejar gelar, tetapi juga membentuk akhlak dan etos belajar. Salah satu motivasi dari beliau adalah “Ilmu itu cahaya. Datangi negeri mana pun demi menjemputnya. Jangan takut jauh, takutlah jika tidak belajar. Timur Tengah bukan tujuan akhir, tapi gerbang awal menjadi cendekiawan global,” ujarnya.

kemudian, pada sesi tanya jawab muncul topik menarik, salah satu peserta bertanya tentang keberadaan manuskrip di Mesir. Pak Abdul Wahab mengungkap bahwa belum ada katalog terpusat atau digitalisasi yang memadai. Banyak manuskrip tersimpan di gudang dan belum ditahqiq, bahkan ada yang dijual oleh ahli warisnya. Kondisi ini menuntut tekad dan usaha ekstra bagi peneliti untuk menemukan dan mengkaji warisan intelektual tersebut. Melalui kajian ini, KLM tidak hanya menyajikan informasi teknis mengenai peluang studi dan beasiswa, tetapi juga menggugah kesadaran bahwa menuntut ilmu di Timur Tengah adalah perjalanan panjang yang memerlukan kesiapan mental, kemandirian, dan keuletan. Kesempatan ini bukan sekadar menyeberangi samudra untuk belajar, melainkan membuka cakrawala menuju jaringan keilmuan global yang lebih luas.





Previous Post Next Post

Contact Form